Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendapat penolakan keras akibat kontroversi pembuatan marketplace guru, pihak yang kontra menganggap konsep ini seolah menyamakan guru seperti product marketplace yang bisa di beli siapa saja.
Kemendikbud merespons kritik terhadap penggunaan istilah “marketplace” dalam platform perekrutan guru yang di rencanakan untuk tahun 2024. Kemendikbudristek mengumumkan bahwa platform tersebut akan di beri nama “Ruang Talenta Guru”.
“Kemarin sudah saya sampaikan, namanya ‘Ruang Talenta Guru’,” tegas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Nunuk Suryani. Penggunaan istilah “marketplace” mendapat respons negatif dari para tenaga kependidikan, termasuk Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), yang khawatir istilah tersebut dapat merendahkan martabat guru menjadi sekadar barang dagangan. Dengan penggunaan kata tersebut, kedudukan guru di anggap semakin tidak terhormat.
Kontroversi Penggunaan Istilah Marketplace
Konsep pembentukan platform “marketplace” atau lokapasar guru untuk menangani masalah pendidikan di Indonesia ini juga di kritik oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf. Menurut Dede, konsep tersebut belum matang dan kurang tepat karena mencerminkan kesan bahwa guru di anggap sebagai produk atau objek. “Saya mengusulkan konsepnya bukan marketplace tapi Ruang Talenta, atau database talenta. Jadi bukan guru sebagai produk atau objek, melainkan sebagai subjek,” ujar Dede dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/6/2023).
Dede menjelaskan bahwa konsep marketplace yang di usung oleh pendiri aplikasi Gojek itu tidak tepat. Menurutnya, hal ini membuat guru di posisikan sebagai objek yang bisa di beli oleh sekolah-sekolah. Dia mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru merupakan profesi pekerjaan khusus.
“Jadi guru bukan di pilih sebagai objek tapi mempertemukan antara kebutuhan pendidikan dengan talenta yang ada,” tambahnya.
Apa Isi Platform Marketplace Guru?
Platform marketplace guru ini akan berfungsi sebagai basis data yang berisi profil guru. Terdapat dua kriteria guru yang dapat masuk ke dalam sistem ini, yaitu guru honorer peserta seleksi PPPK yang telah lolos passing grade, tetapi belum mendapatkan formasi, dan lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang memiliki sertifikat pendidik.
Platform ini di klaim dapat mempermudah satuan pendidikan dalam mencari pengajar yang di butuhkan, sehingga proses perekrutan dapat lebih terarah sesuai kebutuhan. Kepala sekolah dapat mengakses platform ini untuk merekrut dan memenuhi kebutuhan guru secara langsung tanpa harus menunggu proses perekrutan nasional.
“Saya sebut itu sebagai talent scout atau kita sebut head hunter. Namun, kita harus memprioritaskan bagaimana profesi guru agar dengan mudah mendapatkan sekolah untuk mengajar,” tambah Dede.
Dede juga menekankan bahwa kebijakan pemerintah tidak boleh merendahkan nilai profesi guru. Baginya, profesi guru sangat mulia dan tidak dapat di bandingkan dengan barang dagangan. Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah mengelaborasi konsep platform ini dengan lebih baik ke depannya.
“Keadilan bagi guru harus di utamakan, kita harus tetap menjunjung tinggi nilai profesi guru yang tidak bisa di setarakan dengan nilai barang dagangan sebagaimana yang beredar di marketplace secara bebas. Jadi konsepnya harus di elaborasi dengan lebih baik lagi,” jelas Dede.
Politikus Partai Demokrat tersebut mengingatkan bahwa sebelum program baru ini dilaksanakan, pemerintah harus mendengar pendapat dari perwakilan guru, asosiasi guru, perwakilan sekolah, dan pakar. Dede menyatakan perlunya sosialisasi program yang jelas agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik.
“Harus ada juga sistem pencegahan agar sekolah tidak melakukan perekrutan yang sembarangan atau tidak sesuai kebutuhan. Dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek utama yang mendukung kualitas pengajaran sekolah. Jangan sampai sistem baru ini mengakibatkan penurunan kualitas guru dan ketidakadilan lainnya bagi para guru honorer,” tegas Dede.
Meskipun ada kontroversi seputar penggunaan istilah “marketplace” dalam platform perekrutan guru, dengan adanya perubahan menjadi “Ruang Talenta Guru”. Di harapkan bahwa platform ini dapat memberikan solusi yang lebih baik dan menghormati martabat para guru sebagai subjek yang memiliki talenta dan keahlian unik dalam dunia pendidikan.
Sangat bagus materinya